Jejak Perjuangan Letkol Muhammad Sroedji Melawan Penjajahan Belanda

“Seorang prajurit yang kehilangan semangat juang, ibarat mayat yang sedang mengusung keranda kematiannya sendiri”

WONGJEMBER.COM – Letkol Muhammad Sroedji merupakan salah satu dari sederet tokoh pahlawan yang tak banyak dikenal oleh masyarakat. Di Jawa Timur misalnya, tidak setenar Bung Tomo dan Supriadi. Ketidaktenaran tokoh pahlawan ini mengundang seribu tanda tanya besar.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya. Begitu wasiat Ir. H. Soekarno “Sang Proklamator” kemerdekaan kita dalam pidatonya pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 1961.

Sebagai anak bangsa, sudah sepatutnya kita menghormati dan menghargai jasa para pahlawan. Mengetahui, memahami dan mengenangnya adalah tugas kita sebagai bangsa. Terlebih lagi menjadikannya sebagai sumber teladan.

Awal Kehidupan Muhammad Sroedji

moch sroedji
Keluarga Mochammad Sroedi | detik.com

Letkol Muhammad Sroedji, pahlawan dari kota Jember yang dulunya seorang mantan Komandan Brigade III Divisi I. Lahir di Bangkalan Madura pada tanggal 1 Februari 1915, putra dari pasangan Bapak H. Hasan dan Ibu Hj. Amna. Istrinya bernama Hj. Mas Roro Rukmini dan memiliki 2 putra 2 putri. Beliau merupakan sosok yang luar biasa, luar biasa peduli, luar biasa semangatnya, luar biasa kegigihannya.

Masa Pendidikan Muhammad Sroedji

Muhammad Sroedji muda bersekolah di Hollands Indische School (HIS) yang kemudian membawanya menjadi Pegawai Jawatan Kesehatan di RS Kreongan Jember atau yang sekarang menjadi RS Paru. Beliau pernah tergabung di dalam Pendidikan Perwira Tentara PETA di Bogor. Setelah lulus, Muhammad Sroedji ditugaskan menjadi komandan kompi untuk Karesidenan Besuki- Batalyon 1 Kencong, Jember.

Sebagai seorang komandan, beliau sangat pantas untuk diteladani karena dalam keseharian beliau mencerminkan seorang manusia yang sederhana, mudah bercengkerama dengan orang-orang disekitarnya, tutur katanya mampu memotivasi banyak orang dan sebagai kepala keluarga beliau juga luar biasa. Ketika dalam perjuangan, beliau tak pernah lupa dengan keluarganya meski terpisah jarak yang jauh.

Karir Militer Letkol M. Sroedji

Pasukan PETA
M. Sroedji dalam PETA | facebook.com

Pada bulan September 1945 sampai dengan Desember 1946, beliau berturut-turut dilantik sebagai Komandan Batalyon 1 Resiman IV Divisi VII TKR yang berdomisili di wilayah Kencong , Jember. Pengalaman di medan tempur Pada tahun 1946, Muhammad Sroedji dikirim ke front pertempuran di daerah Karawang dan Bekasi Propinsi Jawa Barat.

Pada Januari 1947 sampai dengan April 1948, Muhammad Sroedji merupakan seorang Komandan Resimen Minak Koncar sekaligus Komandan Divisi VII Surapati. Dari Mei 1948 hingga memasuki 1949, beliau menjadi Komandan Resimen 40 Damarwoelan pada Divisi VIII. Resimen 40 Damarwoelan kemudian berubah nama menjadi Brigade III Damarwoelan Divisi I TNI Jawa Timur.

Ketika terjadi pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948, Sroedji diangkat sebagai komandan SGAP (Staf Gabungan Angkatan Perang) karena dianggap mumpuni di posisi tersebut. Tugasnya adalah menumpas pemberontakan PKI di daerah Blitar.

Kemudian, pada 18 September 1948, beliau memimpin anak buanya bertempur melawan PKI di Blitar sampai tumpas. Dalam operasi di Blitar tersebut, beliau dan pasukannya menuai sukses. Gejala akan datangnya serangan Belanda telah nampak.

Belanda mangkir dari isi kesepakatan perjanjian Renville. Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik Indonesia harus mengosongkan wilayah-wilayah yang dikuasai TNI. Tidak terkecuali dengan pejuang dan rakyat Jember. Terhitung sejak Januari 1948, hijrah massal mulai dilaksanakan. Para pejuang, rakyat biasa, pegawai dan Resimen 40 Damarwoelan melakukan hijrah.

Mereka berpindah (hijrah) ke Blitar. Seiring waktu, beban konsumsi dan akomodasi seluruh anggota resimen semakin membengkak. Pada akhirnya, kesemua itu ditanggung oleh Komandan Sroedji.Wingate Action Brigade III Damarwoelan Divisi I TNI Jawa Timur mengadakan Wingate Action (dari daerah Blitar ke daerah Besuki) menuju jalur Lumajang – Klakah – Jember – Banyuwangi.

Wingate Action tersebut berlangsung selama 51 hari. Menempuh perjalanan panjang, dengan jarak sekitar 500 km. Sepanjang perjalanan, Brigade Brigade III Damarwoelan Divisi I T.N.I. Jawa Timur mengalami banyak pertempuran. Puncak pertempuran terjadi pada 8 Februari 1949 di Desa Karangkedawung, Mumbulsari, Jember.

Akhir Riwayat Muhammad Sroedji

Makam Letkol Sroedji
Makam Letkol M. Sroedji | telkomuniversity.ac.id

Letkol Muhammad Sroedji gugur dalam usia yang terbilang muda (34 tahun). Setelah berhari-hari dikejar pasukan Belanda pada pertempuran maut di desa Karang Kedawung, Jember.

Rute gerilya beliau berawal dari Desa Manggisan (Tanggul), menyusuri lereng barat Argorpuro, ke Sukorejo (Bangsal), sampai Sumber Rejo (Ambulu), Tempurejo, terakhir di Karang Kedawung (Mumbul Sari) selama 3 hari 3 malam.

Beliau dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Kreongan bukan di Taman Makam Pahlawan, ini adalah wasiat beliau yang ingin dimakamkan berdampingan dengan rakyat Indonesia yang juga ikut berjuang dengan membela para tentara gerilya tanpa pamrih. Makam Beliau di atas bukit dengan cungkup yang lumayan menonjol dibanding makam yang lain.

Anugerah Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera

Letkol inf. Anumerta Muhammad Sroedji
Letkol inf. Anumerta Muhammad Sroedji | bombastis.com

Pemerintah indonesia lewat Presiden Jokowi memberikan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera yang sudah ditetapkan dengan Keppres RI Nomor 91/TK/Tahun 2016 tertanggal 3 November 2017. Dua tokoh yang menerima Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera antara lain Alm. Mayjen TNI (purn) Andi Mattalatta asal Provinsi Sulses dan Alm. Letkol Inf (Anumerta) Muhammad Sroedji yang berasal dari Jawa Timur.

Ibarat sosok hilang, perjuangan Letkol Sroedji seolah menjadi onggokan kisah masa lalu yang terlupakan. Namanya memang tak setenar Soeharto dan Ahmad Yani. Namun, sejarah mencatat bahwa sosoknya pernah ada dan sangat ditakuti oleh Belanda pada saat itu

Scroll to Top