Biografi Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid Tanggul – Jember

A. Tentang Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid

1. Latar Belakang Keluarga dan Masa Kecil

Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid, dilahirkan di desa Qorbah Ba Karman, Hadramaut, Yaman pada 17 Jumadul Ula tahun 1313 H bertepatan pada tahun 1895 M. Di dalam manakib disebutkan bahwa silsilah dan nasab Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid sampai pada Rasulullah SAW yaitu, dari cucunya Iman Husein bin Ali bin Abi Thalib. Berdasarkan garis keturunan tersebut, Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid termasuk ke dalam golongan sayyid. Pada golongan ini terbagi ke dalam kelompok- kelompok dengan jumlah yang sangat besar jumlah anggotanya. Di dalam tradisi keturunan Arab, setiap golongan dalam pemberian nama pada anaknya diikuti dengan marga dari kakek terdahulunya. Atas nasabnya tersebut, Habib Sholeh menyandang marga al-Hamid. Nasabnya menyambung sampai kepada Muhammad SAW yakni, dari garis keturunan ketiga puluh sembilan sebagaimana silsilah berikut:

silsilah habib sholeh
Gbr 1: Silsilah Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid

Habib Sholeh lahir dari keluarga seorang ulama sufi yang juga bekerja sebagai pedagang di Hadramaut. Ayahnya bernama Al Habib Muhsin bin Hamid sedangkan Ibunya bernama Aisyah. Menurut penuturan dari keturunannya saat di Hadramaut, Habib Muhsin kerap didatangi masyarakat Ba Karman untuk meminta barokah doa.Sedangkan Ibunya bernama Aisyah, berasal dari kalangan Al-Amudi dan nasabnya masih tersambung dengan Abu Bakar Asshidiq.

BACA JUGA:

Sosok Presiden Indonesia Berikut Ini Ternyata Pernah Berada di 2 Tempat Dalam Satu Waktu Sekaligus

Berikut beberapa pendapat Habaib yang sezaman mengenai kepribadian Habib Sholeh yang termuat dalam Media Aswaja. Mereka mengakui keagungan derajat Habib Sholeh dan kemustajaban doanya.

Al Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi, Kwitang Jakarta mengatakan:

“Wahai Habib Sholeh engkau adalah orang yang doanya selalu terkabul dan engkau sangat dicintai oleh Tuhanmu dan segala perohonanmu selalu dikabulkan”

Al Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf, Jeddah, mengatakan:

“Sesungguhnya Habib Sholeh ini adalah seorang habib yang sangat agung kedudukannya dan amat tinggi martabatnya. Dan Dia doanya selalu terkabul dan sangat dicintai serta disegani”

Dari penuturan beberapa Habaib yang sezaman dengan Habib Sholeh menguatkan pendapat para pengikutnya bahwa Dia adalah orang yang sangat arif dan merupakan wali Allah SWT. Sehingga muncul keyakinan dikalangan mereka bahwa doa yang dipanjatkan oleh Habib Sholeh akan dikabulkan karena kedudukan tinggi martabatnya di sisi Allah SWT. Seperti konsep kedudukan yang dipaparkan oleh Soejono Soekanto mengenai ascribed status, merupakan status atau kedudukan yang diperoleh seseorang karena status yang melekat pada garis genealogisnya. Oleh sebab itu Habib Sholeh mendapatkan posisi dalam masyarakat karna dilatarbelakangi oleh genealogisnya yang bersambung dengan Nabi Muhammad SAW.

2. Riwayat Pendidikan

Habib Sholeh terlahir dari keluarga yang sederhana dan terdidik dalam lingkungan keagamaan yang baik. Sejak masih kecil Dia sudah diberikan bimbingan oleh ayah dan keluarganya. Pendidikannya dimulai dari daerah asalnya, Hadramaut. Pendidikan yang diajarkan oleh Habib Muhsin yakni mulai dari pendidikan dasar Islam, seperti dalam melaksanakan suatu praktik keagamaan dalam beribadah berdasarkan ajaran Rasulullah SAW. Disamping itu Dia juga mengerjakan Ilmu Fiqih dan Ilmu Tasawuf. Dia menimba pendidikan al- Qur’an di bawah bimbingan Asy-Syeikh Said Ba Mudhij di Wadi’ Amd, Hadramaut.

Pendidikan dalam keluarga yang sangat kuat menerapkan prinsip-prinsip keagamaan salaf, telah membentuk pribadi Habib Sholeh sebagai pecinta Ilmu. Sejak saat muda Dia gemar mengunjungi dan menimba ilmu dari da’i para ulama terkemuka. Dalam buku 17 Habaib Paling Berpengaruh di Indonesia Habib Sholeh bertemu beberapa Habaib terkemuka, dimana Dia menggali banyak Ilmu dan bertukar informasi.

habib-sholeh-tanggul-dan-habib-muhammad-bin-ali-al-habsyi-kwitang
Gbr 2: Habib Sholeh Tanggul dan Habib Muhammad bin Ali al Habsyi Kwitang

Adapun ulama yang sering Dia kunjungi adalah Habib Abdullah bin Muhammad Assegaf (Gresik), Habib Husain Hadi Al Hamid (Mbrani – Probolinggo), Al- Habib Hamid bin Imam Al Habib Muhammad bin Salim as-Sry (Malang), Al Habib Muhammad bin Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Putra dari Habib Ali Kwitang Jakarta). Sikap gemar menyambung silaturahmi kepada para ulama dan auliya inilah yang menjadi salah satu sifat keturunan alawiyyin. Pendidikan yang diajarkan di kalangan alawiyyin berada di dalam lingkungan salaf. Sehingga Dia membentuk karakter yang shaleh dan berakhlak terpuji dalam dirinya. Menurut Weber otoritas keagamaan yang dibangun oleh suatu tokoh didasari atas beberapa aspek yang melegitimasi penguasaan Ilmu agama, serta kharisma yang dimiliki oleh tokoh tersebut.

3. Pernikahan dan Keturunannya

Sebagian besar para habib dan keturunan Arab lainnya datang ke Indonesia masih berstatus lajang, sehingga kemudian memperistri perempuan lokal. Hal ini sesuai dengan buku karya Van den Berg yang menjelaskan bahwa sebagian besar orang Arab Hadramaut berhijrah ke Nusantara belum berkeluarga, kemudian mereka menetap dan menikah dengan wanita lokal.Adapun wanita yang diketahui menikah dengan Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid, yaitu :

  1. Seorang perempuan lokal bernama Khamsyi’ah , pada saat itu menjadi kembang desa di derah Tempeh Lumajang. Dari pernikahannya dengan wanita tersebut Habib Sholeh dikaruniai tiga anak diantaranya, Habib Abdullah (Alm) , Habib Ali (Alm) dan Syarifah Nur (Alm).
  2. Setelah melanjutkan hidrah ke Tanggul Habib Sholeh menikahi seorang perempuan asli Tanggul bernama Siha, dan diketahui memiliki satu keturunan yaitu, Syarifah Fatimah. Dia sampai saat ini masih hidup dan tinggal di daerah Tanggul.
  3. Habib Sholeh juga menikahi seorang perempuan lainnya asal Tanggul namun tidak diketahui namanya dan pernikahannya tersebut tidak dikaruniai anak.
  4. Habib Sholeh mempersunting perempuan keturunan Arab bermarga Al Habsyi yang berasal dari Banyuwangi.Dia bernama Syarifah Fatimah binti Musthofa Al Habsyi. Atas pernikahnya Dia dikaruniai tiga anak yaitu, Habib Husain (Alm), Habib Ali (Alm), Syarifah Khodijah (masih hidup sampai saat ini).

Dengan pernikahannya ini Habib Sholeh memberikan pendidikan dasar Islam bagi penerus-penerusnya yang diharapkan dapat mendukung pengajaran Islam kelak. Khususnya dalam meneruskan nilai-nilai dakwah Islam yang telah ditanamkan oleh Habib Sholeh. Sehingga nilai- nilai dakwah yang telah disampaikan oleh Habib Sholeh dan para keturunannya bisa dengan mudah diterima masyarakat karena Dia memiliki garis keturunan golongan sayyid yang sangat dihormati. Hal ini merujuk pada konsep tokoh pendakwah sebagai mediator yang menafsirkan pesan Tuhan untuk umat, sehingga peran inilah yang menjadi salah satu sumber otoritas keagamaan yang dimiliki oleh Habib Sholeh yang didasari oleh garis genealogi.Sehingga Dia memperoleh kepercayaan kuat dari masyarakat serta para penduduk menaruh hormat kepadanya.

4. Karya Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid

Semasa hidup Habib Sholeh terkenal sebagai seorang Sastrawan yang pawai dalam merangkai syair-syair. Hal ini dikuatkan oleh penuturan salah satu keturunan Dia, semasa hidupnya Habib Sholeh gemar melantunkan syair-syair pujian kepada Allah SWT. Kemudian syair-syair tersebut dirangkai oleh salah satu muridnya bernama Uztad Abdullah Zahir. Kumpulan syair- syair tersebut dibukukan, kemudian diberi nama “Diwan Al-Isyqi Was- Shofa Fi mahabbati Al- Habib Al- Musthofa” yang memiliki arti (Antologi Asmara Nan Suci Tentang Cinta Nabi Terkasih Al- Musthofa). Di dalam kitab tersebut termuat sebanyak 105 qasidah yang dicetak menjadi 59 halaman. Dimana pada setiap qosidah terdapat tema pembahasan yang berbeda- beda.

Habib Sholeh mengungkapkan rasa cinta pada Rasulullah, Ahlul Bait serta nasehat-nasehat dalam rangkaian syair arab dalam model Assyi’rul Humaini (semacam puisi rakyat Yaman) dan menggunakan tingkat kebahasaan yang sangat tinggi, bukan sejenis Syair Arab Fusha yang bisa dipelajari menggunakan Ilmu Arudh. Menurut penuturuan keturunan Dia, karya syair Habib Sholeh memilki tingkatan sastra yang sangat tinggi. Beberapa keluarga ataupun ulama sudah mencoba beberapa syair untuk diterjemahkan. Namun mereka mengakui kerumitan dalam proses penggubahannya.

Salah satu qasidah Habib Sholeh yang terkenal dan sering dilantunkan oleh para munsyid yaitu, Qasidah Ya ahla Baitin Nabi. Dalam syair ini, Habib
Sholeh mengungkapkan tentang keutamaan mencintai keluarga Nabi Muhammad SAW. Berikut kutipannya:

qasidah ya ahla baitin nabi
Gbr 3: Qasidah Ya ahla Baitin Nabi

Artinya : “ Wahai keluarga Nabi, wahai ahli kebeningan hati dan munajah. Beruntung orang yang mencintai kelian, ia akan mendapatkan apa yang ia cita- citakan. Ia berjalan di ridho Tuhan pada pagi dan sore harinya. Semua keinginan dan harapannya akan tercapai. Setiap orang yang mencintai kalian akan bahagia, bahagia, bahagia. Dengan syafaat dari Nabi terpilih di hari bersua dengannya (kiamat)……..

Salah satu peran Habib Sholeh dalam hal ini yaitu, sebagai penafsir pesan Tuhan bagi umat. Peran inilah yang menjadi salah satu sumber “otoritas keagamaan” yang dimilikinya. Dengan legitimasi keilmuan, Habib Sholeh menciptakan suatu karya untuk memberikan sumbangsih keilmuan bagi masyarakat.

B. Perjalanan Hijrah Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid

Kedatangan orang Arab di Indonesia termasuk orang-orang Arab Hadramaut yang memiliki tujuan beragam. Mereka ada yang datang ke Nusantara secara peroangan, maupun secara kelompok dalam jumlah yang besar. Keturunan Arab Hadramaut (di dalam bahasa Arab disebut Hadrami, jamak dari Hadarim) yang terdiri dari empat golongan berbeda. Penggolongan ini didasarkan pada status kedudukannya. Adapun diantara golongan yang pertama Sayyid, suku-suku, golongan menengah, dan golongan budak. Golongan Sayyid merupakan keturunan Rasulullah SWT dan cucu Dia Al Husain bin Ali bin Abi Thalib. Mereka di Indonesia diberi gelar Habib. Salah seorang golongan sayyid yang telah berhijrah di Indonesia adalah Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid.

Terdapat beberapa pendapat mengenai hijrahnya Habib Sholeh ke Lumajang. Pendapat yang pertama mengatakan Habib Sholeh berhijrah pada usia 21 tahun bertepatan pada tahun 1334 H. Pendapat yang kedua mengatakan Habib Sholeh saat berhijrah pada usia 26 tahun pada bulan Juni 1921 M. Kemudian Dia pernah tinggal di beberapa tempat yaitu, Tempeh (Lumajang) dan yang terakhir di Tanggul (Jember).

1. Kedatangan ke Lumajang

Kedatangan Habib Sholeh ke Lumajang awalnya untuk mengunjungi sepupunya yaitu Al Habib Husain bin Muhsin Al Hamid. Sepupunya tersebut lebih dulu berhijrah ke Jawa dan menetap di Lumajang. Dia memiliki posisi tinggi di Lumajang, yaitu sebagai ketua dari Komunitas Arab yang ada di Lumajang. Hal ini sama seperti pendapat Van den Berg dalam karyanya yang berjudul Orang Arab di Nusantara yang mengatakan bahwa migrasi orang arab di Nusantara salah satunya dilatar belakangi oleh faktor kekeluargaan. Bahwasanya mereka mendatangi sanak saudaranya untuk memberikan informasi mengenai keluarganya.

Habib Sholeh memulai berinteraksi dengan masyarakat sekitar dengan belajar mengenai kebudayaan serta tradisi yang ada di wilayah Lumajang. Masyarakat Lumajang menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi. Karena Dia seorang pendatang, maka Dia banyak belajar kepada sepupunya Habib Husain yang lebih menguasai tentang bahasa keseharian masyarakat Lumajang. Namun setelah itu Habib Sholeh menikah dengan salah satu kembang desa yang berada di Tempeh.

Kemudian Dia berpindah tempat ke Desa Tempeh, yang berada di sebelah selatan dari pusat kota Lumajang. Di Tempeh Dia membangun rumah yang terletak di salah satu gang yang bernama Gang Sumber, dan rumah Dia terletak di ujung. Di daerah dekat rumah Habib Sholeh terdapat Sendang atau waduk kecil, dimana masyarakat sering menggunakan sendang tersebut untuk keperluan sehari- hari.

Begitu pula Habib Sholeh dan keluarganya menggunakan sendang untuk mandi dan kebutuhan sehari-hari. Namun menurut penuturan Habib Hasan bin Muhammad yang merupakan cucu sekaligus pengelola rumah dan Sumur Habib Sholeh menyebutkan bahwa karena kondisi sendang pada saat itu kurang kondusif sehingga Habib Sholeh memutuskan untuk membangun sumur pribadi yang berlokasi di samping kiri rumahnya.

i. Pembangunan Sumur keramat di Tempeh Lumajang

Pembangunan sumur tersebut menurut penuturan Habib Hasan bin Abdullah mengatakan bahwa terdapat tiga ulama besar yang berpengaruh dalam pembangunan sumur tersebut. Ketiga ulama besar tersebut yaitu, Habib Jakfar bin Syaikhan Assegaf (Pasuruan), Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf (Gresik) dan Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid. Sekilas tampak biasa saja pada sumur tersebut, dan sama seperti sumur lainnya. Namun kejadian yang tidak bisa di logikakan terjadi pada sumur Habib Sholeh.

Menurut penuturan Habib Hasan bin Muhammad suatu ketika terdapat seorang yang sedang sakit keras, datang kepada Habib Sholeh dan meminta barokah dari air sumur tersebut. Habib Sholeh pada saat itu tidak begitu yakin dengan kepercayaan sumur tersebut bisa menyembuhkan penyakit. Oleh sebab itu Dia meminta saran kepada kerabat Habaib lainnya mengenai solusi terbaik. Akhirnya diputuskan solusi terbaik dengan mendoakan sumur tersebut, meminta barokah agar bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan. Dalam proses mendoakan sumur tersebut Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf berperan sangat penting, yaitu Dia mendoakan sumur tersebut kemudian meludahinya dengan keyakinan meminta berkah kepada Allah.

Menurut penuturan dari salah satu keturunannya, Habib Hasan bin Muhammad bahwa Habib Sholeh memiliki kelebihan yang biasanya dikenal dengan istilah karomah. Karomah yang didapatkan Habib Sholeh ini karena Dia orang yang berakhlak arif dan menebar kebaikan untuk umat. Menurut penuturan Habib Hasan salah satu kebaikan yang dilakukan Habib Sholeh saat di Tempeh yaitu, Dia membagikan secara cuma- cuma dagangannya berupa sarung kepada masyarakat dengan harapan agar masyarakat lebih bersemangat beribadah. Ini menjadi salah satu strategi dakwah sekaligus menebar kebaikan bagi masyarakat.

Perilaku yang dilakukan oleh Habib Sholeh ini dapat dikatagorikan sebagai dakwah bil hal. Menurut Ma’arif (1994:101) menyimpulkan bahwa dakwah di dalam al- Qur’an bukan hanya menyeru, akan tetapi ucapan yang baik, tingkah laku yang terpuji serta mengajak orang lain ke jalan yang lebih baik. Kata “bil hal” secara bahasa berasal dari Bahasa Arab (al-hal) yang artinya tindakan. Sehingga dakwah bil hal dapat diartikan sebagai proses dakwah dengan keteladanan dan perbuatan yang nyata.

Dalam hal ini merujuk pada konsepsi otoritas menurut Weber bahwa, otoritas dibangun Habib Sholeh yang dibangun atas beberapa aspek yang melegitimasi, seperti pengusaan ilmu agama serta kemampuan berkomunikasi dan massa pengikut serta kharisma yang dimiliki oleh Habib Sholeh, sehingga Dia mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

Setelah kurang lebih 12 tahun Habib Sholeh menebarkan kebaikan disertai dengan penyebaran Islam, Dia memutuskan untuk melanjutkan hijrahnya. Dia membawa seluruh keluarga berpindah ke Tanggul. Sampai saat ini, masyarakat masih banyak yang mendatangi sumur dan kediaman Habib Sholeh di Tempeh Lumajang. Menurut penuturan dari Habib Hasan bin Muhammad selaku keturunan serta yang mengelola rumah dan sumur menuturkan bahwa, kondisi rumah dan sumur sudah sedikit lebih terawat. Karena terus diadakan renovasi untuk menjaga peninggalan Habib Sholeh. Sehingga masyarakat merasa nyaman untuk berkunjung ke petilasan Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid di Tempeh, Lumajang.

ii. Hijrah dan Menetap di Tanggul

Habib Sholeh melanjutkan hijrahnya ke Tanggul dan menetap di sana hingga akhir hayatnya. Mengenai alasan hijrahnya ke Tanggul tidak diketahui secara pasti, namun salah seorang keturunannya berpendapat bahwa hijrah yang kedua Habib Sholeh mendapatkan petunjuk dari Allah SWT untuk datang ke daerah Tanggul yang berada di Kabupaten Jember. Namun diperkirakan juga karena kondisi Tanggul yang strategis. Habib Sholeh bermukim tepat di belakang perlintasan rel kereta api Stasiun Tanggul. Diperkirakan Habib Sholeh datang ke wilayah ini antara tahun 1933 M. Pada saat itu kondisi Tanggul masyarakatnya sudah Islam namun masih awam terhadap keagamaannya. Kondisi ini menjadi titik yang tepat bagi Habib Sholeh untuk memberikan pengajaran dan menguatkan Islam pada wilayah tersebut. Dia sebagai pendatang yang memiliki latar belakang kebudayaan dengan masyarakat setempat, namun dengan akhlak dan interaksi yang baik Dia bisa diterima oleh masyarakat.

C. Peristiwa Khalwat

Berawal saat peristiwa khalwat yang Dia lakukan di dalam kediamannya di Tanggul. Dalam tradisi sufi, mengasingkan diri dari kesendirian dan kesunyian untuk bertafakur kepada Allah SWT disebut dengan khalwat. Terdapat beberapa argumen mengenai khalwat, Abu Bakar Aceh berpendapat bahwa maksud dari khalwat pada golongan sufi adalah belajar dalam memantapkan hati, melatih jiwa untuk selalu mengingat Allah SWT. Khalwat yang dilakukan oleh Habib Sholeh di dalam kediamannya selama 3 tahun, Dia tidak makan, minum juga tidak menemui siapapun. Menurut penuturan dari keturunan Dia, keluarga tidak mengkhawatirkan dengan keadaan Habib Sholeh. Karena muncul keyakinan bahwa Habib Sholeh akan selalu terjaga dan dekat dengan Allah SWT. Merujuk penjelasan para tokoh sufi mengenai khalwat,dalam al-Qur’an Allah telah menjelaskan tentang dasar berkhalwat yaitu pada Q.S. Maryam sebagai berikut;

. وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَأَدْعُوا۟ رَبِّى عَسَىٰٓ أَلَّآ أَكُونَ بِدُعَآءِ رَبِّى شَقِيًّا. فَلَمَّا ٱعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَهَبْنَا لَهُۥٓ إِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ ۖ وَكُلًّا جَعَلْنَا نَبِيًّا

Artinya: “Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, Mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku. Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya’qub. dan masingmasingnya Kami angkat menjadi Nabi”. (Q.S. Maryam: 48-49)

Menurut penjelasan Djamaludin Ahmad bahwa, berkhalwat memang bertujuan untuk memberisihkan diri. Ketika berada dalam kesendirian dan kesunyian itulah proses pembersihan diri dilakukan. Di dalam kesenyapan, seorang sufi merasa berada di depan Allah SAW dan menjauhkan diri dari pengaruh keduniawian, hawa nafsu dan syahwat badani. Sehingga pikirannya dikosongkan dari hal- hal yang bersifat materi. Ia menyatukan dirinya dalam ke Baqo’an, karena telah sirna semua yang bersifat materi dalam dirinya. Dalam kefanaan khalwatnya tiada lagi sesuatu dalam pandangan selain Allah SWT. Ia bermuwajjahah (bertatap muka) sepenuhnya di dalam keheningan jiwa dan keteduhan qalbu, bercengkrama dengan Allah SWT.

Selain itu, pada awal kedatangan Habib Sholeh di Tanggul. Masyarakat menerima dengan baik serta menjadikan Habib Sholeh sebagai figur yang sangat penting di Tanggul. Dengan adanya peristiwa khalwat tersebut, bisa menguatkan sosok kharismatik Habib Sholeh pada masyarakat sekitar. Hal ini serupa dengan teori kharismatik, Max Weber mendefinisikan kharismatik sebagai suatu sifat tertentu dari seseorang yang membedakan ia dengan lainnya. Kemampuan yang dimiliki ini tidak dimiliki oleh orang biasa, akan tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari Tuhan. Dengan adanya peristiwa khalwat yang terjadi pada Habib Sholeh menambah kharismatik yang ia miliki. Sehingga masyarakat memberikan kepercayaan kepada Habib Sholeh.

D. Kemangkatan Habib Sholeh ke Rahmatullah

Hidup dan mati seseorang sudah ditentukan oleh Allah SWT. Bagitu pula dengan Habib Sholeh wafat pada 8 Syawal 1396 H bertepatan pada tahun 1976 M. Namun ada beberapa perbedaan pendapat mengenai Habib Sholeh wafat pada usia 86 tahun. Adapun yang berpendapat wafat saat berusia 81 tahun. Dia dikebumikan pada hari Ahad 9 Syawal setelah sholat Dhuhur. Pada prosesi sholat jenazah dilakukan beberapa kali, karena penziarah beberapa kali dan karena banyaknya penziarah, sehingga lokasi pemakaman diletakkan samping masjid Riyadhus Sholihin Tanggul, Jember.

Dalam buku 17 Habaib yang berpengaruh di Indonesia tertulis surat takziah dari Al Imam al Qutub al Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf (seorang panutan para alawiyyin yang berada di Jeddah, Saudi Arabia). Mengatakan sebagai berikut:

“Habib Sholeh telah meninggalkan kita di saat kita sangat membutuhkan doa, bimbingan dan perhatiannya namun Allah SWT telah berkehendak lain. Allah SWT telah memilihkannya kemikmatan abadi di sisi-Nya bersama penghulu seluruh manusia, yaitu Rasulullah SAW”

Setelah kewafatan Habib Sholeh, banyak masyarakat berziarah ke makam Dia. Penziarah datang dari penjuru daerah di Jawa ataupun luar Jawa. Tradisi ini sudah menjadi salah satu kepercayaan masyarakat. Bahwa menziarahi seorang Wali Allah akan mendapatkan berkah doa.

E. Ijazah Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid

Habib Sholeh memiliki ijazah atau amalan yang sering Dia sampaikan kepada para masyarakat. Salah satu ijazah yang paling terkenal adalah Sholawat Mansub. Di dalam manaqib dipaparkan asal mula Sholawat Manshub terbentuk. Berawal dari pengalaman pribadi, Dia melakukan suatu penyesalan karena telah melakukan suatu di luar batas kemampuannya. Sholawat Manshub ini berisi tentang doa meminta ampunan, dan menjunjung tinggi keturunan Nabi Muhammad SAW. Berikut ini paparan Ijazah Sholawat Manshub Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid:

Shalawat Manshub
Gbr 4: Shalawat Manshub

Artinya: “Ya Allah limpahkanlah Rahmat kepada junjungan kami, Nabi Muhammad SAW yang dengannya Engkau ampuni kami, Engkau perbaiki hati kami, menjadi lancar urat- urat kami, menjadi mudah segala kesulitan, juga kepada keluarga dan para sahabatNya dan orang yang ada nisbat kepadaNya.”

Menurut manaqib Habib Sholeh, Ijazah Sholawat Manshub bisa diamalkan dengan tujuan untuk melapangkan kesusahan, atau untuk mengabulkan hajat-hajat atas izin Allah SWT. Dia berpesan kepada pengikutnya agar mengamalkan Sholawat Manshub dibaca 11x atau 41x dengan niat hanya kepada Allah SWT. Sampai saat ini banyak masyarakat yang mengamalkan sholawat tersebut untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

F. Konstribusi Habib Sholeh dalam Masyarakat

1. Bidang Agama (Tasawuf)

Agama sebagai sistem keyakinan yang dieksplorasikan ke dalam sikap dan perilaku penganutnya, serta dipelihara sebagai norma, merupakan bagian dari sistem budaya. Konsep agama menurut pendapat Emile Durkheim yang menggapnya sebagai sebuah instrumen yang mendukung fungsi sosial, serta menciptakan keutuhan masyarakat dan kesinambungannya dari waktu ke waktu. Dalam contoh agama sebagai bagian dari budaya sistem sosial inilah konstribusi Habib Sholeh akan dibahas.

Tasawuf merupakan Ilmu pengetahuan untuk mempelajari cara dan jalan seorang muslim untuk dapat berada sedekat mungkin dengan Allah SWT. Ada pun hal- hal yang berkaitan dengan aspek ajaran tasawuf yang diamalkan oleh Habib Sholeh semasa hidupnya antara lain sebagai berikut;

i. Zuhud

Zuhud secara bahasa adalah mengarahkan keinginan kepada Allah SWT, menyatukan kemauan kepada-Nya, dan lebih mengutamakan akhirat dari pada dunia, agar Allah membimbing dan memberikan petunjuk kepada zahid (orang yang berperilaku zuhud). Menurut pendapat Ibnu Khafif tanda- tanda orang zuhud adalah ia tidak merasa senang terhadap harta benda. Sehingga zuhud bisa diartikan sebagai perasaan terhibur  karena telah menghindarkan diri dari berbagai bentuk duniawi. Menurut Abu Sulaiman ad-Durani arti zuhud ialah meninggalkan berbagai aktifitas yang dapat mengakibatkan jauh dari jalan Allah SWT. Sehingga dari beberapa paparan pendapat, dapat disimpulkan bahwa zuhud merupakan suatu tindakan seseorang yang lebih mengutamakan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, dibandingkan dengan urusan duniawi.

Mengenai pemahaman zuhud, Habib Sholeh pernah suatu ketika ditanya mengenai amalan apa yang digunakannya, sehingga Allah SWT memudahkan semua urusan Dia. Kemudian Habib Sholeh menjawab sebagai berikut:

“Bagaimana tidak, sedangkan aku belum pernah melakukan hal yang membuat-Nya murka serta kita jangan membangga-banggakan dunia yang kita punyai, pada akhirnya dunia itulah yang membuat diri kita malu”

Di dalam pemaparan Habib Sholeh di atas sangat jelas, bahwa kita dilarang membangga-banggakan dunia karena dunia dan seisinya hanyalah tipu daya namun kehidupan yang sebenarnya hanya ada di akhirat.

ii. Tawadhu

Menurut al- Junaid tawadhu merupakan berlaku hormat dan merendahkan diri kepada sesama. Sedangkan golongan sufi lainnya berkata bahwa tawadhu ialah menerima adanya kekurangan pada dirinya, merendah diri dan meringankan beban seseorang yang taat kepada agamanya. Hal semacam ini pernah disampaikan oleh Habib Sholeh ketika ada seorang dermawan menawarkan untuk merenovasi rumah Habib Sholeh. Karena sifat ketawadhuan Dia, Habib Sholeh menolak secara sopan tawaran tersebut, dengan mengatakan kepada mereka sebagai berikut:

“Jangan dibetulkan, jangan diapa-apakan, biar saja seperti ini, karena saya khawatir Rasulullah SAW tidak mau datang lagi ke rumah ini dan juga masih banyak yang lebih membutuhkan, saya ucapkan terimakasih atas niat baik kalian”

Dalam Al- Qur’an telah disebutkan mengenai kewajiban untuk berendah diri terhadap sesama, yaitu pada Q.S Al- Hijr: 8 sebagai berikut:

مَا نُنَزِّلُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةَ إِلَّا بِٱلْحَقِّ وَمَا كَانُوٓا۟ إِذًا مُّنظَرِينَ

Artinya: “Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di
antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman” Q.S. Al- Hijr: 88.

iii. Dermawan

Mengenai kedermawanan Habib Sholeh, masyarakat tidak meragukannya. Dia selalu memberikan segala sesuatu yang ia punya selagi ia mampu. Dalam buku 17 Habib paling Berpengaruh di Indonesia disebutkan bahwa salah satu ulama mengakui sifat kedermawanan Dia, yang dipaparkan dalam kutipan sebagai berikut:

“ Seandainya Habib Sholeh tidak memiliki apa-apa kecuali ruhnya, maka belaiupun akan menyerahkannya kepada yang meminta”

Dipaparkan dalam manaqib Dia, bahwa di dalam keseharian Habib Sholeh dalam masyarakat sekitar selalu melakukan kebaikan- kebaikan. Diantaranya, Dia sering memberikan solusi kepada masyarakat yang sedang tertimpa masalah dalam kehidupannya. Seperti orang yang sedang terlilit hutang, orang yang cukup usia namun belum menikah akan dicarikan pasangan dan mendamaikan kedua beliah pihak yang sedang mengalami pertikaian.

2. Bidang Sosial

i. Pembangunan Masjid Riyadhus Sholihin

Pada saat menetap di Tanggul pada tahun 1933 M Habib Sholeh membangun mushola yang terletak di samping rumahnya. Menurut penuturan dari keturunan Dia, mushola yang dibangun sangat sederhana. Mushola ini pada awalnya merupakan mushola pribadi keluarga Habib Sholeh. Namun karena ketertarikan masyarakat pada sosok kharismatik Habib Sholeh, sehingga masyarakat banyak mendatangi mushola tersebut untuk belajar keagamaan.

Hingga pada suatu ketika disebutkan Habib Sholeh diberi sepetak tanah oleh H. Abdur Rasyid. Dia merupakan salah seorang yang mencintai
keturunan Rasulullah SAW. Kemudian tanah wakaf tersebut dibangun masjid yang diberi nama Riyadhus Sholihin. Masjid tersebut dibangun
tepat di depan kediaman Habib Sholeh yang berlokasi di belakang pelataran Stasiun Tanggul. Lokasi yang strategis ini memudahkan para pendatang untuk berkunjung ke kediamaman Habib Sholeh.

Masyarakat antusias untuk mengikuti kegiatan keagamaan di masjid Riyadhus Sholihin. Disebutkan dalam manaqib Habib Sholeh bahwa kegiatan rutin sholat berjamaah lima waktu. Setelah sholat jamaah ashar, Habib Sholeh membacakan kitab An-Nashaihud Dinniyah, karangan Habib Abdullah bin Alwi Al- Haddad. Kitab tersebut berisikan tentang dasar-dasar agama Islam, yang dijelaskan menggunakan bahasa Madura dengan tutur perkataan yang lembut dan santun oleh Habib Sholeh. Sehingga masyarakat dapat dengan mudah memahaminya dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kehadiaran Habib Sholeh dalam kegiatan keagamaan, telah membawa pengaruh terhadap perilaku masyarakat di Tanggul. Meski demikian, kedatangannya disambut baik oleh masyarakat Tanggul. Habib Sholeh membawa ajaran Islam dalam kondisi masyarakat pada saat itu belum paham mengenai hakikat ajaran Islam yang sebenarnya. Keberhasilan dalam mengajarkan pelaksanakan praktikpraktik keagamaan ini dikarenakan, dalam penyampaiannya dengan perkataan yang lembut dan santun. Adapun Firman Allah SWT mengenai penyampaian dakwah secara santun sebagai berikut:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah- lah kamu lemah – lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu….”(Q.S. Ali Imran: 159)

Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid dalam mengajarkan Islam kepada masyarakat dilakukan secara terbuka kepada masyarakat. Pengajaran yang
dilakukan baik berupa nasihat-nasihat dan teladan yang baik untuk masyarakat. Dalam menyampaikan ajaran melalui hikmah. Hikmah
dalam hal ini berarti kebijaksanaan dalam menerima, menetapkan, serta menyampaikan setiap pemahaman. Pemahaman tersebut sesuai dengan
keadaan melalui perkataan yang benar, sehingga dapat dikatagorikan kedalam dakwah bil lisan. Kemudian melalui pengajaran yang baik untuk
menghindari diri dari hal yang buruk, Habib Sholeh memberikan contoh secara nyata. Maka dari itu pengajaran dikatagorikan dakwah bil hal.
Kedua hal tersebut dilakukan olehnya secara langsung dan terbuka.

G. Doa Mustajab Habib Sholeh

Karomah yang ada pada ulama alawiyyin sudah menjadi suatu kewajaran. Karena karomah didapatkan tidak terlepas dari kedekatan para alawiyyin pada Allah SWT. Begitupula dengan karomah yang diterima selama oleh Habib Sholeh, beberapa diantaranya sulit dirasionalkan.

Dalam keseharian Habib Sholeh selalu berzikir kepada Allah, seperti penuturan dari Uztad Yasir menyebutkan:

“Habib Sholeh setiap harinya selalu berdzikir tidak kurang lebih dari 70.000 dzikir, ini dilakukan untuk mendekatkan diri pada Allah SWT sang pencipta”

Dari paparan di atas bisa dipahami bahwa Habib Sholeh sangat menjaga hubungannya bukan hanya dengan manusia, namun juga dengan Allah SWT. Dalam buku manaqib serta banyak diceritakan mengenai karomah Dia mengenai doa yang sangat mustajab. Bahkan dari penuturan keturunan Dia, Habib Sholeh diyakini memiliki doa yang mustajab laksana petir. Penuturan ini dipaparkan oleh cucu Dia Habib Alwi Abdullah bin Abdullah bin Sholeh al Hamid.

Diceritakan pengalaman Habib Ali bin Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi (Kwitang Jakarta). Saat keduanya melintas di suatu lapang yang
diketahui berada di Jakarta. Saat itu masyarakat berkumpul dan melakukan sholat istisqo’ untuk meminta hujan. Melihat kondisi yang terjadi saat itu, menurut referensi Habib Sholeh mengatakan:

“Biarkan saya yang berdoa meminta hujan”

Kemudian Dia menengadahhkan tangan dan berdoa menghadap arsy. Beberapa saat kemudian Jakarta turun hujan deras hingga banjir setinggi mata kaki. Kesaksian lain yang menguatkan argumen mengenai kekuatan doa Habib Sholeh cepat dikabulkan yaitu dari Ali bin Abdurahman Al Habsyi saat bersamanya Dia berkata kepada Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid berkata:

“Wahai Habib Sholeh, engkau adalah orang yang selalu doanya dikabulkan. Engkau sangat dicintai oleh Tuhanmu. Segala permohonanmu selalu dikabulkan”

Kemudian Habib Sholeh menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Ali bin Abdurahman Al Habsyi sebagai berikut:

“Aku belum pernah melakukan perbuatan yang membuat Allah SWT murka”

Dari penuturan di atas dapat dipahami bahwa Habib Sholeh mempunyai hubungan yang baik dengan Allah. Dia tidak pernah melakukan suatu tindakan yang membuat Allah SWT murka kepadanya. Ini menjadi salah satu contoh perilaku yang baik, seperti yang telah di paparkan di atas mengenai penyampaian keagamaan oleh Habib Sholeh.

Sosok kharismatik Habib Sholeh telah mendapatkan kepercayaan penuh masyarakat. Dia bukan lagi menjadi ulama pendatang yang memiliki latar belakang kultur budaya yang berbeda dengan masyarakat setempat. Akan tetapi dengan nilai-nilai keislaman yang dibawanya sebagai pendekatan agama kepada masyarakat mampu menjadikan Dia sebagai ulama terpenting di Tanggul. Agama juga bisa membantu masyarakat untuk menginterprestasikan realitas sosial melalui proyeksinya dalam bahasa simbolik tertentu.121 Di dalam bahasan ini Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid berperan sebagai makelar budaya (cultural broker) yang dapat menjembatani penyaringan nilai-nilai budaya baru pada masyarakat melalui nilai-nilai yang diterapkannya.

H. Kisah Spiritual Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid

1. Bertemu dengan Nabi Khidir RA

Proses bertemunya Habib Sholeh dengan Nabi Khidir RA terjadi jauh setelah hijrahnya ke Tanggul. Menurut manaqib menyebutkan, Dia bertemu
dengan Nabi Khidir di pelataran stasiun Tanggul yang berada di depan kediamannya. Diceritakan pada saat itu Nabi Khidir menyamar sebagai
pengemis. Habib Sholeh pada saat itu sedang duduk di pelataran stasiun, kemudian Dia didatangi oleh pengemis tersebut. Seperti banyak diceritakan bahwa Nabi Khidir datang dengan segala macam bentuk, namun lebih banyak dengan menyamar sebagai pengemis.

Pengemis itu meminta uang kepada Habib Sholeh, saat itu Dia dipanggil dengan sebutan Yik Sholeh. Karena uang yang dibawa Yik Sholeh hanya Rp.10. Dia tidak memberikannya dan pengemis meninggalkannya. Namun beberapa menit kemudian pengemis itu kembali lagi dan melakukan hal yang sama sampai tiga kali. Dipaparkan dalam cerita manaqib Yik Sholeh baru menyadari keanehan yang terjadi pada pengemis tersebut. Sehingga Dia mencium tangan pengemis tersebut. Tak lama kemudian datang segerombolan orang berjubah hitam-hitam menghampiri Yik Sholeh. Mereka
menanyakan rumah kediaman seseorang bernama Habib Sholeh. Namun Yik Sholeh tidak mengerti dengan seseorang yang bernama Habib Sholeh tersebut.

Namun para orang berjubah itu tetap menanyakan kediaman Habib Sholeh. Kemudian Yik Sholeh menjelaskan bahwa tidak ada seseorang bernama Habib Sholeh di daerah Tanggul, yang ada hanya bernama Yik Sholeh. Kemudian orang berjubah itu menguatkan pendapat kalau seseorang yang dicari adalah seseorang yang berada dihadapannya. Menurut buku manaqib Habib Sholeh, setelah terjadinya peristiwa tersebut banyak masyarakat yang mengunjungi kediaman Habib Sholeh.

2. Kedatangan wanita Swiss

Diceritakan dalam buku mengenai karomah keumatan Habib Sholeh yang telah tersebar. Karomah yang Dia miliki tersebar sampai luar negeri. Buku karya Abdul Qadir Umar Mauladdawilah (2013:271) mengenai kedatangan wanita bule yang berasal dari Swiss. Wanita bule tersebut di dalam mimpinya didatangi seseorang lalu diperintahkan datang ke Indonesia. Lebih jelasnya yang berada di Kecamatan Tanggul, Kabupaten Jember dan bertemu dengan seseorang yang bernama Habib Sholeh. Suatu hal yang sulit dipahami oleh nalar, karena wanita tersebut belum sama sekali mendengar daerah ini.

Di dalam buku tersebut diceritakan wanita bule itu sedang memiliki permasalahan dengan calon suaminya. Ia hampir melaksanakan pernikahan
namun suaminya selingkuh dengan wanita lain sehingga membuatnya frustasi. Namun petunjuk dari Allah menghantarkan ia bermimpi bertemu dengan seorang berjubah putih yang bernama Habib Sholeh. Akhirnya ia berangkat ke Indonesia untuk membuktikan arti dari mimpi tersebut.

Sesampainya di Indonesia ia diantar oleh pemandu wisata yang menghantarkannya sampai ke Tanggul. Dipaparkan dalam buku tersebut kondisi kediaman Habib Sholeh saat itu sedang banyak tamu. Kemudian wanita bule tersebut mendatangi Habib Sholeh dan menceritakan keluh kesahnya. Habib Sholeh hanya tersenyum dan mengucapkan:

“Kembalilah ke negaramu, Insha Allah semua akan baik- baik saja”

Habib Sholeh memberikan tanggapan yang positif serta menguatkan keyakinan bahwa semua akan baik- baik saja. Dia memintnya untuk kembali
ke Swiss. Beberapa tahun kemudian dikabarkan bahwa wanita Swiss tersebut telah memeluk Islam serta sudah menikah dan memiliki anak berusia tiga tahun.

3. Karomah kewalian bersama Adam Malik

Dipaparkan dalam buku 17 Habaib Berpengaruh di Indoneia karya Abdul Qadir Umar Mauladdawilah mengenai kisah Habib Sholeh bersama mantan menteri luar negeri pada zaman Presiden Soeharto, Adam Malik. Pada saat itu ia menjabat sebagai kepala kantor Berita Antara. Suatu saat
lewat lembaga yang dipimpinnya, ia mengungkapkan bahwa ada keterlibatan Mentri Luar Negeri Soebandrio dengan jaringan komunis. Berita yang telah menyebar membuat Soebandrio resah dan marah. Pada kondisi ini Adam Malik mendapat ancaman dari Soebandrio. Sehingga Adam Malik mencari pertolongan dengan datang ke Tanggul untuk bertemu dengan Habib Sholeh.

Sesampainya di Tanggul, Adam Malik menceritakan persoalan yang sedang dihadapinya. Setelah mendengarkannya, Habib Sholeh hanya tersenyum dan mengatakan:

“Jangan takut terhadap ancamannya, sabar dan bertawakallah karena nanti suatu saat engkau yang akan menggantikan kedudukannya.”

Dari penuturan di atas, Habib Sholeh memberikan isyarat kepada Adam Malik bahwa ia jangan takut terhadap urusan duniawi, serta bertawakallah kepada Allah SWT, maka semua akan menjadi baik-baik saja. Mendengar penuturan Habib Sholeh tersebut, Adam Malik merasa yakin bahwa semua akan membaik. Tidak lama kemudian setelah Pemerintahan Soekarno tumbang, Adam Malik diangkat menjadi Mentri Luar Negeri saat masa Pemerintahan Soeharto.

Kewalian seorang sufistik tidak bisa dilogiskan dengan akal pikiran. Namun jika dilihat dengan cara pandangan tasawuf (sufi) karomah menjadi suatu yang mutlak dan diturunkan untuk orang- orang pilihan. Seorang wali menurut Syeikh Hasyim adalah seseorang yang dipelihara oleh Allah SWT dari kesalahan dan dosa besar. Oleh karena itu ia sangat menjaga dirinya dari perbuatan buruk. Hal ini diperkuat dengan kedudukan yang dimiliki oleh Habib Sholeh sebagai keturunan Nabi Muhammad, dan menjadi seorang sufi yang sangat dekat dengan Allah SWT sehingga karomah kewalian yang dimilikinya tidak diragukan lagi.

H. Pasca Wafat Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid

1. Penziarah Makam Habib Sholeh

Penziarah makam ulama besar sudah menjadi hal yang biasa di dalam wilayah Indonesia. Kata “ziarah” diambil dari bahasa Arab, zara – yazuru – ziyarah, yang artinya berkunjung. Kata “kubur” berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti makam. Ziarah kubur bukan hanya sekedar
menegok atau berkunjung kubur atau makam akan tetapi kedatangan seseorang ke kubur adalah maksud untuk mendoakan yang dikubur muslim
dan pahala memberikan untuknya atas bacaan ayat-ayat Al-Qur’an dan kalimat- kalimat thayyibah, seperti: tahlil, tahmid, tasbih, sholawat dan lain-lain.

Sama halnya dengan penziarah Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid yang terus berdatangan tanpa henti. Lokasi kediaman Habib Sholeh juga menjadi faktor pendukung banyaknya para penziarah yang datang. Karena lokasinya yang berada di pusat keramaian dan dekat dengan akses jalan utama memudahkan penziarah. Mereka menziarahi makam Habib Sholeh dengan bertujuan untuk mengirimkan doa kepada almarhum serta mendekatkan diri kepada Allah dengan mengingaat kematian. Mengenai hal ini dalam sebuah Hadist mengatakan sebagai berikut:

زوروا القبور فإنها تذكركم الموت

Artinya: ”Ziarah kuburlah kamu, sebab hal itu mengingat mati” (H.R. Muslim)

Sehingga dengan kesadaran itu, para penziarah bisa terbimbing ke arah takwa dengan kemauan yang tulus untuk memperbaiki ibadahnya,
menjauhi larangannya dan mengasihi akhlak dengan sifat-sifat terpuji. Oleh karena itu seluruh umat Islam yang berziarah jangan sampai salah tujuan.

Dalam karya Clifford Geertz yang berjudul The Religions of Java menjelaskan bagaimana hubungan yang kompleks antara tradisi Islam, Hindu dan kepercayaan asli setempat. Geertz memandang agama sebagai fakta kultural sebagaimana adanya dalam kebudayaan Jawa, bukan hanya sebagai ekspresi kebutuhan sosial taupun kebutuhan ekonomi. Jadi dalam hal ini tradisi ziarah makam bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sosial maupun ekonomi. Akan tetapi juga sebagai kebutuhan agama, karena nilai-nilai ajaran agama Islam sudah masuk dalam tradisi ziarah makam.

2. Peringatan Haul Habib Sholeh

Haul berasal dari bahasa Arab “hawl” yang artinya “tahun”. Sedangkan yang dimaksud dengan perayaan haul sebagaimana yang sering dilaksanakan oleh umat Islam Indonesia ialah acara peringatan hari ulang tahun kematian. Acara ini biasanya diselenggarakan di halaman atau disekitar makam ulama yang akan di peringati haul nya. Sebagian besar haul diperingati untuk orang yang memiliki peran penting atau tokoh yang berpengaruh untuk wilayah setempat.

makam habib sholeh
Gbr 5: Makam Habib Sholeh

Tradisi peringatan haul juga dilakukan untuk memperingati hari kewafatan Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid Tanggul. Haul Akbar ini dilakukan pada tanggal 10 Syawal pada setiap tahunnya. Antusias masyarakat dalam menghadiri haul akbar Habib Sholeh sangat besar, ratusan bahkan ribuan orang memadati halaman kediaman dan makam Habib Sholeh. Para Habaib dari berbagai macam daerah juga ikut serta menghadiri haul akbar di Tanggul. Haul sudah menjadi perilaku sosial atau bisa dikatakan sebagai realitas sosial yang berada di sekitar kita. Peringatan haul menjadi ritual sosial keagamaan. Masyarakat menerima sebagaimana adanya dan ikut serta dalam prosesi tersebut setiap tahunnya. Di dalam acara haul ada kalanya disisipkan dengan beberapa kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan keagamaan seperti, kegiatan ekonomi dan adanya hiburan.

Di dalam haul terdapat acara inti yang lebih bermakna sosiologis, yaitu refleksi sosial religius. Biasanya keluarga atau orang yang ditugaskan untuk mengenang kembali sejarah Habib Sholeh melalui ceramah agama ataupun pembacaan manaqib Dia semasa hidupnya. Dalam hal ini bertujuan untuk mengambil pelajaran hal-hal baik dalam diri Habib Sholeh, untuk diterapkan dalam kehidupan.Dengan adanya Haul Akbar Habib Sholeh keberkahan turut dirasakan oleh masyarakat sekitar. Khususnya dalam bidang ekonomi, masyarakat berjualan di sekitar acara haul dengan harapan mendapatkan rejeki tambahan. Dan ini berlangsung setiap tahun, sehingga bisa dikatakan bahwa Habib Sholeh pasca wafatnya Dia masih  memberikan konstribusi yang nyata bagi masyarakat sekitar Tanggul.

Peranan seorang tokoh akan menunjukkan fungsi penyesuaian diri sebagai suatu proses interaksi. Jadi seseorang yang menduduki suatu posisi
dalam masyarakat akan menjalankan suatu peranan. Dalam hal ini Habib Sholeh menduduki posisi sebagai tokoh ulama besar di Tanggul yang
berkonstribusi dalam menguatkan keislaman di Tanggul. Adapun Levinson mengemukakan peranan mencakup tiga hal, yaitu sebagai berikut:

  1. Peranan yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.
  2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
  3. Peranan juga dapat dilakukan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial.Dari paparan yang di atas mengenai arti peranan, Habib Sholeh memiliki peranan yang besar karena posisi yang dimiliki oleh Habib Sholeh sebagai tokoh mayarakat. Sehingga ini menjadi pembuktian bahwa masyarakat sangat mengakui tentang kebesarannya.

Baca Juga Biografi KH Achmad Shiddiq Jember

Diambil dari skripsi Siti Khotijah Nur Okta yang berjudul “KONSTRIBUSI HABIB SHOLEH BIN MUHSIN AL HAMID DALAM PENGUATAN KEISLAMAN DI TANGGUL PADA TAHUN 1933M – 1976M”

 

Scroll to Top